Indonesia Surga Mutiara Terpendam di Dunia
Myanmar spesies kerang mutiara laut bertajuk Pinctada maxima merajut hidupnya.
Namun, rupanya organisme penghasil Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl) itu paling betah berlama-lama berada di perairan Indonesia menjadikan ‘Zamrud Khatulistiwa’ sebagai surga mutiara yang masih terpendam.
Tanpa banyak terpublikasi di dalam negeri, Indonesia memang dikenal oleh praktisi mutiara dunia karena menghasilkan Mutiara Laut Selatan (South Sea Pearl). Dan keberadaan Pinctada maxima menjadi indikasi potensi Indonesia sebagai penghasil mutiara bermutu tinggi.
Jadi meskipun belum tergarap optimal, Indonesia dengan mudah menjadi salah satu produsen mutiara yang paling diperhitungkan di dunia.
Departemen Perdagangan (Depdag) mencatat pada 2009, 40 persen mutiara yang beredar di seluruh dunia berasal dari Indonesia.
Meski jenis dan kualitas yang dikontribusikan di pasar internasional itu bervariasi, tetapi keberadaan spesies produsen Mutiara Laut Selatan menjadikan posisi tawar Indonesia sangat strategis.
Apalagi, Pinctada maxima merupakan satu satu dari empat spesies kerang mutiara laut yang kondang dibudidayakan untuk produksi mutiara massal. Dan spesies itu, spesial karena menjadikan Australia Utara dan Indonesia sebagai tempat habitatnya.
Kerang mutiara jenis itu menghasilkan ukuran mutiara terbesar di antara spesies yang lain dan umumnya menghasilkan mutiara berwarna perak untuk kawasan Australia dan warna emas untuk Indonesia.
Mutiara jenis inilah yang ditawar tertinggi ketimbang produksi kerang mutiara lainnya. Bayangkan saja harga satu mutiara bisa melebihi 1.000 dolar AS bahkan sampai puluhan ribu dollar bila dipadankan dengan mutiara dari jenis dan kualitas yang sama dalam satu untaian kalung.
Fakta itu membawa Indonesia sebagai negara perairan dengan potensi tambang mutiara yang belum tergali optimal.
Pamor Tenggelam
Peneliti kerang mutiara dan pengajar di Universitas Sam Ratulangi, N Gustaf F Mamangkey SPi MSc PhD, mengatakan, mutiara asal Indonesia adalah mutiara kualitas nomor satu di dunia.
Namun, sayangnya fakta itu tidak terlampau dipedulikan bahkan di kalangan masyarakat Indonesia sendiri.
``Ada beberapa hal utama mengapa hal itu terjadi di antaranya karena produsen mutiara di Indonesia sebagian besar merupakan hasil kerja joint ventures dengan Jepang dan Australia,’’ katanya.
Menurut dia, dominasi Jepang dalam menghasilkan mutiara Indonesia cukup besar sehingga menenggelamkan nama Indonesia sebagai produsen mutiara.
Selain itu, ia menilai peran pemerintah masih belum optimal mengelola produk andalan itu di samping Asosiasi Budidaya Mutiara Indonesia (ASBUMI) yang dibentuk pada 1995 belum bekerja optimal.
Introduksi mutiara air tawar China di Indonesia dengan kualitas rendah banyak beredar di Lombok sehingga menjadikan pamor Indonesia sebagai penghasil mutiara kelas satu semakin tenggelam.
``Kepedulian pemerintah dan pelaku usaha untuk menjaga kualitas mutiara akan membuat mutiara laut Indonesia bergengsi di tanah sendiri,’’ katanya.
Jika tergali, boleh jadi mutiara asli Indonesia hanya bisa dinikmati oleh segelintir orang mengingat harganya yang begitu tinggi, namun harus diingat prospek ekspor dan {{multiplier effect}} yang timbul di belakangnya amat potensial menggerakkan sektor riil di tanah air.
Apalagi, mutiara saat ini, tak sekadar menjadi perhiasan tetapi potensial sebagai implant tulang setelah dunia medis sukses mengungkap fakta bahwa serbuk mutiara memiliki asosiasi positif dalam tulang mamalia.
Garap Pasar
Masih sedikit yang peduli dan berkeinginan mengangkat potensi surga mutiara Indonesia. Organisasi nirlaba, Perkumpulan Mutumanikam Nusantara Indonesia (MMNI) yang dimotori istri-istri Menteri Kabinet Indonesia Bersatu Jilid 2, menjadi satu dari sebagian kecil organisasi yang menggarap potensi tersebut.
Ketua Perkumpulan Mutumanikam Nusantara, Herawatie Wirayuda, bahkan memproyeksikan Indonesia akan menjadi sentra pasar perhiasan alam alias mutu manikam yang terbesar di dunia khususnya mutiara.
Menurut dia, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam hal melimpahnya sumber daya alam berupa aneka bebatuan, logam, dan mutiara air laut.
``Di perairan Indonesia timur, khususnya, kita bisa menemukan mutiara-mutiara kelas satu,’’ katanya.
Hal itu ditunjang dengan sumber daya manusia Indonesia yakni para perajin yang terampil dan memiliki jiwa seni yang tinggi menjadikan Indonesia semakin pantas menjadi sentra perhiasan alam dunia.
Pihaknya mencatat ada sekitar 6.000 perajin perhiasan di tanah air yang sangat potensial untuk menghasilkan perhiasan bermutu tinggi.
Untuk itu pihaknya memayungi setidaknya 2.200 perajin perhiasan alam di berbagai wilayah Indonesia untuk dilatih dalam hal teknis produksi, desain, dan manajemen, serta melakukan riset, dan pemasaran produk.
MMNI bahkan telah mendirikan bengkel kerja bagi perajin di Jawa Barat seluas 1,1 ha sebagai tempat pelatihan bagi perajin perhiasan alam binaannya.
Ia juga menghimbau agar masyarakat mulai sadar dengan potensi mutiara alam Indonesia dan menjadikannya sebagai sumber pendapatan yang baru.
Dengan begitu, Indonesia tidak lagi menjadi surga mutiara yang terpendam melainkan sentra produksi mutiara kelas satu yang terbaharukan dan terpercaya.a
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment